SEJARAH BERDIRINYA KOTA MADINNAH AL-MUNAWAROH

Rabu, 18 Mei 2011
SEJARAH BERDIRINYA  KOTA MADINNAH AL-MUNAWAROH

Madinah terletak di daerah Hedzjaz bagian dari semenanjung arab yang terletak diantara dataran tinggi Nejd dan daerah pantai Tihamah. Di daerah ini terdapat tiga kota utama yaitu Ta’if, Makkah dan Madinah sendiri. Terletak 275 Km dari laut merah, Madinah berada di sebuah lembah yang subur, di sebelah selatan kota itu berbatasan dengan bukit air, di sebelah utara dengan bukit uhud dan sur, dan di sebelah timur serta barat dengan gurun pasir (Harah). Apabila hujan turun lembah itu menjadi tempat pertemuan aliran-aliran air yang berasal dari selatan dan Harrah sebelah timur. Daerah ini juga memiliki ose-ose yang dapat dipergunakan untuk lahan pertanian yang dapat menghasilkan sayur-mayur dan buah-buahan seperti kurma, jeruk, pisang dan lain-lain. Karena itu penduduknya mayoritas hidup dari bercocok tanam disamping berdagang dan berternak.
Madinah (Al-madinah Al-munawwarah) adalah sebuah kota dalam wilayah kekuasaan pemerintah kerajaan arab saudi sekarang. Kota itu dikenal sebagai tanah suci kedua umat islam. Pada zaman Nabi Muhammad Saw dan Al-khulafa ar-rasyidin (empat khalifah pengganti Nabi), kota itu menjadi pusat dakwah, pusat pengajaran dan pemerintahan islam. Dari kota itulah islam memancar keseluruh penjuru semenanjung arab dan kemudian keseluruh dunia. Kota ini mempunyai banyak nama antara lain Madinah an-nabi (kota nabi, disingkat menjadi al-madinah atau madinah), Madinah ar-rasul (kota rasul), Taba, Tayyibah, Qaryah al-ansar, Al-asimah, Al-mubasakah, Al-mukhtarah, Bait rasul Allah, Sayyidah al-buldan, Dar al-iman, Dar al-abrar, Dar al-Akhyar, Dar as-sunnah, Dar As-salam, dan Dar al-haram. Akan tetapi kota ini lebih dikenal dengan Al-madinah al-Munawwarah.[1]
Di kota ini terletak masjid “Nabawi” yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid itu merupakan salah satu masjid yang paling utama bagi umat islam setelah Masjidil haram di makkah dan Masjidil Aqsa di Yerussalem. Keutamaannya dinyatakan oleh Rasullullah SAW “shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu salat di masjid yang lain, kecuali di masjidil haram. Beliau juga bersabda “ jangan bersusah payah akan perjalanan kecuali ketiga masjid, masjidil haram, masjidku ini dan masjidil aqsa “ berdasarkan hadits – hadits tersbut kota Madinah selalu dikunjungi oleh umat islam yang melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah sebagai amal sunnah.
Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah nama kota itu adalah Yatsrib, dan diubah namannya menjadi Madinah al-munawwarah sejak Nabi Muhammad dan orang-orang muslim makkah (Muhajirin) hijrah ke Madinah pada tanggal 22 September 622. Penduduk Yatsrib, sebelum kelahiran islam terdiri dari dua suku bangsa, yaitu bangsa arab dan bangsa yahudi. Semula daerah itu ditempati oleh suku Amaliqah (Baidah, bangsa arab yang sudah punah) dan kemudian ditempati oleh suku-suku arab lainnya. Secara bertahap kota itu menjadi berkembang dan menjadi kota penting kedua setelah Makkah di tanah Hedzjaz setalah kehadiran orang yahudi. Orang yahudi membangun permukiman pasa, dan benteng pertahanan agar mereka terhidar dari gangguan orang badui yang hidup sebagai nomad di sekitar Yatsrib.[2]
Di Yatsrib tidak pernah ada seorang pemimpin dan suatu pemerintahan atas semua penduduk, yang ada adalah pemimpin-pemimpin suku yang memikirkan kepentingan suku-sukunya masing-masing. Mereka saling bersaing dan berperang untuk menanamkan pengaruh di masyarakat akibatnya diantara suku-suku yang ada itu dapat terjadi permusuhan, bahkan peperangan.
B. Pembentukan Negara Mandinah
Penduduk Yatsrib sebelum islam terdiri dari dua suku bangsa yaitu arab dan yahudi yang keduanya ini saling bermusuhan. Karena kegiatan dagang di Yatsrib dikuasai atau berada di bawah kekuasaan yahudi. Waktu permusuhan dan kebencian antara kaum yahudi dan arab semakin tajam, kaum yahudi melakukan siasat memecah belah dengan melakukan intrik dan menyebarkan permusuhan dan kebencian diantara suku Aus dan Khazraj. Siasat ini berhasil dengan baik, dan mereka merebut kembali posisi kuat terutama dibidang ekonomi. Bahkan siasat yahudi itu mendorong suku khazraj bersekutu dengan bani qainuqah (yahudi), sedangkan suku aus bersekutu dengan bani quraizah dan bani nadir. Klimaks dari permusuhan dua suku tersebut adalah perang Bu’as pada tahun 618 seusai perang baik kaum aus maupun khazraj menyadari, akibat dari permusuhan mereka, sehingga mereka berdamai.
Setelah kedua suku berdamai dan suku khazraj pergi ke Makkah, dan setelah di Makkah Nabi Muhammad SAW menemui rombongan mereka pada sebuah kemah. Beliau memperkanalkan islam dan mengajak mereka agar bertauhid kepada Allah SWT karena sebelumnya mereka telah mendengar ajaran taurat dari kaum yahudi dan mereka tidak merasa asing lagi dengan ajaran Nabi maka mereka menyatakan masuk islam dan berjanji akan mengajak penduduk Yastrib masuk islam. Setibanya di Yatsrib meraka bercerita kepada penduduk tentang Nabi Muhammad SAW, dan agama yang dibawanya serta mengajak mereka masuk islam. Sejak itu nama Nabi dan Islam menjadi bahan pembicaraan masyarakat arab di Yatsrib.[3]
Tahun 621sebanyak 10 orang suku khazraj dan 2 orang suku aus menemui Nabi SAW menyatakan dirinya masuk islam, dan melakukan baiat kepada Nabi di Aqabah (baiat aqabah pertama). Pada musim haji berikutnya 622, sebanyak 73 orang rombongan haji dari Yatsrib baik yang suku islam maupun yang belum mendatangi Nabi SAW untuk mengajak beliau hijrah ke Yatsrib. Pertemuan diadakan di aqabah dan pada waktu itulah terjadi baiat aqabah kedua. Beberapa bulan kemudian Nabi SAW bersama orang-orang mukmin Makkah hijrah ke Yatsrib sejak itu nama Yatsrib diganti al-madinah al-munawwarah. Hijrah tersebut merupakan peristiwa penting dalam sejarah Madinah sehubungan dengan pengembangan agama islam. Karena penduduknya (kaum Anshari) bersedia menerima Nabi dan para pengikutnya dan di kota itu Nabi medirikan masjid nabawi.
Setelah Nabi hijrah ke Yatstrib, kedatangan Nabi dan umat Islam di Madinah telah mengubah segalanya dan tak lama setelah hijrah, Nabi menyusun konstitusi madinah. Dengan demikian madinah berubah menjadi negara dengan Nabi sebagai kepala negara. Menjelang wafatnya Nabi SAW wilayah kekuasaan negara Islam ini mencakup hampir seluruh wilayah Arabia dan Madinah merupakan ibu kotanya.[4] Selanjutnya Nabi mempersaudarakan orang islam Mekah dan Madinah berdasarkan ikatan akidah ukhuwah islamiyah dan pebentukan umat itu diartikan sebagai proklamasi terbentuknya negara islam dengan piagam madinah.
Dalam rangka mempekokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat diantaranya terdapat tiga dasar yaitu:[5]
1. Pembagunan masjid, selain tempat sholat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin.
2. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim, antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar.
3. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
C. Langkah-langkah Taktis di Madinah
Dengan terbentuknya negara Madinah, islam makin bertambah kuat. Selain tiga dasar di atas, langkah awal yang ditempuh Rasullullah setelah resmi mengendalikan Madinah adalah membangun kesatuan internal dengan mempersaudarakan orang muhajirin dan anshar. Langkah ini dilakukan sejak awal untuk menghindari terulangnya konflik lama diantara mereka. Dengan cara ini, akan menutup munculnya ancaman yang akan merusak persatuan dan kesatuan dalam tubuh umat islam. Langkah politik ini sangat tepat untuk meredam efek keratakan sosial yang ditimbulkan oleh berbagai manuver orang-orang yahudi dan orang-orang munafik (hipokrif) yang berupaya menyulut api permusuhan antara Aus dan Khazraj, antara muhajirin dan ansar.
Setelah itu Rasulullah juga berupaya menyatukan visi para pengikut Nabi dalam rangka pembentukan sistem politik baru dan mempersekutukan seluruh masyarakat Madinah, sementara itu agar bangunan kerukunan menjadi lebih kuat, Rasulullah membuat konvensi dengan orang-orang yahudi. Dalam konteks ini tampak kepiawaian Nabi dalam membangun sebuah sisem yang mengantisipasi masa depan. Di Madinah, Nabi bersama semua elemen pendudukk Madinah berhasil membentuk structur religio politics atau ”Negara Madinah”. Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah secara bersama menandatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan hidup bersama yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau Piagam Madinah (Mi’tsaq Al-Madinah).[6]
D. Piagam Madinah (Konstitusi) dan Pokok-pokok Pikiran yang terkandung.
Konstitusi Madinah merupakan konstitusi yang mendasari berdirinya negara Madinah. Negara yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau hijrah dari Makkah ke Yatsrib, yang kemudian menjadi Al-madinah Al-munawwarah kota yang bermandikan cahaya. Piagam ini mengatur pola hidup bersama antara kaum muslimin di satu pihak dengan orang-orang yang bukan muslim pada pihak lain, dalam suatu masyarakat yang majemuk. Perjanjian politik ini kemudian ditulis dalam sebuah dokumen yang menurut para ahli merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia. Dikeluarkan pada tahun pertam nabi hijrah ke Yatsrib. Jadi bertepatan dengan tahun 22 M dua tahun sebelum terjadi perang badar.[7]
Pemberlakuan konstitusi menjadi salah satu bukti dari kapabilitas Rasulullah sebagai seorang legisaltor, disamping pengetahuannya yang memadai tentang berbagai aspek kehidupan sosial. Penulisan konstitusi dalam waktu yang tidak begitu lama setelah hijrah menunjukkah bahwa negara islam sesungguhnya telah dirancang sebelum hijrah. Dalam konstitusi itu ditemukan kaidah-kaidah umum yang mampu mengakomudasi berbagai hak dan kewajiban para warga. Piagam ini memuat hak-hak golongan minoritas, diantaranya mengakui kebebasan beragama. Yakni sebuah kebebasan menghormati keaneka ragaman agam dan menjamin para pemeluknya untuk menjalankan agamanya.[8]
Pokok-pokok pikiran yang ada dalam piagam Madinah, menurut penelitian sarjana muslim maupun bukan muslim piagam ini adalah otentik. Sumber utamanya tercatat dalam ”Sirah An-Nabi” karya ibnu hisyam. Piagam ini setelah diteliti secara cermat dan dikelompokkan berdasarkan tema-temanya yang utama terdiri atas 47 pasal. Mukaddimahnya berbunyi ”dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Ini adalah dokumen dari Muhammad SAW yang mengatur hubungan antar orang-orang beriman dan kaum muslimin yang berasal dari suku quraisy dan yatsrib dan orang-orang yang mengikuti, mempersatukan diri, dan berjuang bersama mereka”. Sedangkan pokok-pokok pikiran yang terkandung dapat diringkas antara lain terdapat sebelas isi sebagai berikut.[9]
1. Masyarakat pendukung piagam ini adalah masyarakat majemuk, baik ditinjau dari asal keturunan, budaya, maupun agama yang dianutnya. Tali pengikat yang mempersatukan mereka adalah ideologi politik dalam rangka mencapai cita-cita bersama. (pasal 17, 23, dan 23)
2. Masyarakt pendukung piagam ini yang semula terpecah-pecah dapat dikelompokkan ke dalam dua katagori, muslim dan bukan muslim. Tali pengikat sesam muslim adalah persaudaraan agama atau ukhuwah islamiyah (pasal 15) diantara mereka harus tertanam rasa solidaritas sesama muslim yang tinggi, (pasal 14, 19, dan 21)
3. Negara mengakui dan melindung kebebasan menjalankan ibadah bagi orang-orang yang bukan muslim, terutama kaum yahudi. (pasal 25, dan 33)
4. Semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat, wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk. (pasal 16) bahkan orang yang lemah harus dilindungi dan dibantu. (pasal 11)
5. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap negara. (pasal 24, 36, 37 dan 41), demikian juga tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.
6. Semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum. (pasal 34, 40 dan 46)
7. Hukum adat (kebiasaan pada masa silam) dengan berpedoman kepada keadilan dan kebenaran tetap diberlakukank. (pasa 2, 10)
8. Hukum harus ditegakkan, siapa pun tidak boleh melindungi kejahatan, apalagi berpihak kepada orang yang melakukan kejahatan. Demi tegaknya keadilan dan kebenaran siapa pun pelaku kejahatan tanpa pandang bulu harus dihukum. (pasal 13, 22, 43)
9. Perdamian adalah tujuan utama, namun dalam mengusahakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran. (pasal 45)
10. Hak semua orang harus dihormati. (pasal 12)
11. Pengakuan atas hak milik individu. (pasal 47)

0 coment:

Posting Komentar